Salah satu kelemahan kalimat yang sering saya temui adalah karena pemisahan memisahkan subjek dan predikat dengan menyisipkan keterangan pewatas yang tidak relevan. Penyisipan ini membuat kalimat menjadi kurang tajam. Sebagai penulis, kita harus berhati-hati dalam menyusun kalimat agar tetap kuat dan efektif dalam menyampaikan pesan.
Mengapa Subjek dan Predikat Harus Berdekatan?
Subjek dan predikat adalah inti sebuah kalimat. Ketika keduanya berdekatan, makna kalimat lebih mudah dicerna oleh pembaca. Sebaliknya, jika subjek dan predikat dipisahkan oleh keterangan pewatas yang tidak berkaitan langsung dengan adegan yang ditampilkan, pesan utama dalam kalimat justru menjadi kabur. Perhatikan dua contoh berikut:
Contoh Kalimat Lemah:
- Perempuan yang baru kemarin kembali setelah lima belas tahun merantau itu bersimpuh dan terisak-isak sambil memeluk batu nisan di sebuah makam yang masih basah.
- Pemuda yang tak seorang pun penduduk Pasir Galuh pernah melihat wajahnya karena selalu tertutup topeng itu mencabut pedang yang berkilauan diterpa sinar matahari.
Pada kalimat pertama, frasa “yang baru kemarin kembali setelah lima belas tahun merantau” tidak memperjelas deskripsi subjek dalam aksi “bersimpuh” yang dilakukannya. Begitu pula, pada kalimat kedua, frasa “yang tak seorang pun penduduk Pasir Galuh pernah melihat wajahnya karena selalu tertutup topeng” tidak relevan dengan aksi yang diceritakan, bahkan menghambat pemahaman akan aksi “mencabut pedang.”
Akibatnya, kalimat menjadi berbelit-belit dan kurang kuat. Jika kita hitung, ada sembilan kata yang memisahkan subjek “perempuan (itu)” dari predikat “bersimpuh” pada kalimat pertama, dan empat belas kata yang memisahkan subjek “pemuda (itu)” dari predikat “mencabut” pada kalimat kedua.
Perbaikan: Menggandengkan Subjek dan Predikatnya
Kedua kalimat di atas melemah karena ada keterangan pewatas tidak relevan yang memisahkan subjek dan predikatnya. Kalimat-kalimat tersebut akan menjadi jelas dan kuat jika keterangan pewatasnya dibuang. Akan lebih baik jika keterangan pewatas itu dijadikan kalimat tersendiri sesudahnya. Jadi, kedua kalimat contoh di atas akan menjadi jelas dan kuat jika kita tulis sebagai berikut:
Contoh Kalimat Kuat:
- Perempuan itu bersimpuh dan terisak-isak sambil memeluk batu nisan di sebuah makam yang masih basah. Baru kemarin dia kembali setelah lima belas tahun merantau.
- Pemuda itu mencabut pedang yang berkilauan diterpa sinar matahari. Tak seorang pun penduduk Pasir Galuh pernah melihat wajahnya karena selalu tertutup topeng.
Dalam versi perbaikan ini, subjek dan predikat langsung terhubung sehingga makna kalimat dan adegan lebih jelas serta langsung terasa oleh pembaca. Sementara itu, keterangan pewatasnya disertakan sebagai kalimat terpisah untuk memberikan keterangan tambahan tanpa menghambat fokus pada aksi utama.
Kapan Pemisahan Diperbolehkan?
Akan tetapi, ada situasi tertentu ketika pemisahan subjek dan predikat dapat diterima, yaitu ketika keterangan pewatas memang membantu memperjelas deskripsi subjek dalam adegan. Namun, dalam kondisi ini pun, keterangan pewatas sebaiknya dibuat sesingkat dan sejelas mungkin.
Contoh Pemisahan yang Dapat Diterima:
- Perempuan yang pakaiannya awut-awutan dan rambut acak-acakan itu bersimpuh dan terisak-isak sambil memeluk batu nisan di sebuah makam yang masih basah.
- Pemuda yang menatap dengan pandangan maut itu mencabut pedang yang berkilauan diterpa sinar matahari.
Pada contoh pertama, frasa “yang pakaiannya awut-awutan dan rambut acak-acakan” relevan dengan adegan karena mendukung emosi dan suasana yang ingin disampaikan. Begitu juga dengan frasa “yang menatap dengan pandangan maut” pada contoh kedua, yang menambah unsur dramatis dalam adegan tanpa mengganggu pemahaman terhadap aksi utama.
Dampak Subjek-Predikat yang Berdekatan terhadap Kejelasan Kalimat
Pemisahan subjek dan predikat tidak hanya menghambat pemahaman, tetapi juga mengurangi kekuatan ekspresi dalam narasi. Kalimat yang panjang dengan banyak keterangan pewatas bisa membuat pembaca kehilangan fokus dan mempersulit pemahaman isi cerita. Dalam tulisan fiksi, misalnya, pembaca lebih cepat terhubung dengan kalimat yang lugas dan jelas dibandingkan dengan kalimat yang bertele-tele.
Selain itu, dalam tulisan nonfiksi atau akademik, pemisahan yang tidak perlu dapat menyebabkan ambiguitas dan mengurangi efektivitas komunikasi. Berikut contohnya:
Kalimat Lemah:
- Para mahasiswa yang setelah menyelesaikan studinya selama empat tahun di luar negeri dengan beasiswa penuh dari pemerintah dan kembali ke tanah air itu kini sedang mencari pekerjaan.
Kalimat Kuat:
- Para mahasiswa itu kini sedang mencari pekerjaan. Mereka baru saja kembali ke tanah air setelah menyelesaikan studinya selama empat tahun di luar negeri dengan beasiswa penuh dari pemerintah.
Dengan memisahkan informasi tambahan sebagai kalimat terpisah, pesan utama menjadi lebih jelas dan lebih mudah dicerna oleh pembaca.
Kesimpulan
Meskipun pemisahan subjek dan predikat dengan keterangan pewatas dapat diterima, sebaiknya kita selalu berusaha menempatkan keduanya berdekatan. Struktur kalimat yang kuat dan jelas akan membuat tulisan lebih efektif dan nyaman dibaca. Jika memang perlu menyisipkan keterangan tambahan, lebih baik menjadikannya sebagai kalimat terpisah agar tidak mengganggu pemahaman pembaca terhadap aksi atau informasi utama.
Dengan memperhatikan aspek ini, kita bisa menghasilkan tulisan yang lebih tajam, lugas, dan mudah dicerna. Yuk, mulai biasakan menyusun kalimat yang kuat dengan menjaga ikatan subjek dan predikat tetap erat!