Menyampaikan ide-ide sederhana dalam kalimat-kalimat sederhana itu sulit, apalagi menyampaikan ide-ide yang rumit dalam kalimat-kalimat sederhana. Bahkan, informasi yang mestinya bisa disampaikan dengan jernih dalam kalimat-kalimat sederhana pun bisa menjadi keruh. Salah satu sebab utamanya adalah keinginan penulis menyampaikan terlalu banyak informasi sekaligus tetapi gagal menatanya dengan baik.
Banyak penulis terjebak dalam anggapan bahwa semakin kompleks kalimat yang digunakan, semakin berbobot pula tulisan mereka. Ini adalah kesalahpahaman yang sering terjadi. Kenyataannya, pembaca lebih menghargai tulisan yang langsung ke inti, tanpa bertele-tele atau terlalu banyak elemen yang bertumpuk dalam satu kalimat. Kejelasan bukan berarti dangkal, justru sebaliknya, menyampaikan ide yang kompleks dalam bentuk yang sederhana menuntut kecermatan berpikir yang tinggi.
Dua tulisan yang lalu (Ronce #1 dan Ronce #2) membahas ketidakrapian penataan informasi dalam kalimat. Ketika kita tidak dapat menata informasi dalam kalimat (atau paragraf) dengan rapi, kalimat yang kita susun akan menjadi seperti gurita yang digelapkan oleh tintanya sendiri. Inilah yang disebut dengan octopus writing.
Apa Itu Octopus Writing?
Octopus writing adalah penulisan yang menjejalkan informasi ke dalam sebuah kalimat tanpa mengorganisasikannya dengan rapi. Hasilnya, pembaca kesulitan menangkap gagasan utama karena informasi yang bersaing di dalam kalimat saling bertubrukan. Seperti gurita yang mengeluarkan tinta dan membuat air sekitarnya menjadi gelap, octopus writing justru mengaburkan pesan yang ingin disampaikan.
Pada Ronce #1 kita membahas kalimat berikut:
Perempuan yang baru kemarin kembali setelah lima belas tahun merantau itu bersimpuh dan terisak-isak sambil memeluk batu nisan di sebuah makam yang masih basah.
Kalimat di atas adalah contoh sederhana octopus writing. Pewatas “yang baru kemarin kembali setelah lima belas tahun merantau” justru mengeruhkan informasi yang disampaikan kalimat. Kita memperjelas pesan kalimat di atas dengan menata informasinya menjadi paragraf berikut:
Perempuan itu bersimpuh dan terisak-isak sambil memeluk batu nisan di sebuah makam yang masih basah. Baru kemarin dia kembali setelah lima belas tahun merantau.
Keterangan pewatas subjek pada kalimat sebelumnya kita tulis sebagai kalimat tersendiri sesudah kalimat pertama.
Menyampaikan pesan-pesan rumit dengan kalimat yang rumit adalah buruk dan menyampaikan pesan-pesan sederhana dengan kalimat yang rumit tentu jauh lebih buruk. Perhatikan dua paragraf berikut:
Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) adalah standar upah minimum yang terdiri dari upah pokok bulanan termasuk tunjangan tetap, seperti uang makan, transport, tunjangan kesehatan, asuransi, dan lain-lain yang diterima pegawai atau karyawan di sebuah badan usaha yang mencakup daerah tingkat kabupaten atau kota dan penetapannya dilakukan oleh gubernur meski pembahasannya diusulkan oleh walikota atau bupati dengan UMP sebagai acuan.
Cobalah Anda perbaiki kalimat-kalimat di atas agar gagasan yang ingin disampaikan lebih mnudah dicerna pembaca.
Dampak Octopus Writing terhadap Pembaca
Mengapa kita harus menghindari octopus writing? Berikut beberapa alasannya:
- Menyulitkan pemahaman pembaca
Kalimat yang terlalu panjang membuat pembaca kelelahan sebelum mencapai inti pesan. Informasi utama justru tenggelam dalam detail yang tidak tertata. - Mengurangi efektivitas pesan
Tulisan yang tidak jelas membuat pembaca kehilangan minat. Jika pembaca harus membaca ulang sebuah kalimat beberapa kali agar bisa memahaminya, maka tulisan tersebut telah gagal menyampaikan pesan dengan efektif. - Membuat pembaca kehilangan fokus
Ketika sebuah kalimat terlalu panjang dengan banyak anak kalimat, pembaca bisa lupa apa yang sedang dibahas di awal sebelum sampai di akhir kalimat.
Menghindari Octopus Writing: Prinsip-Prinsip Penulisan Efektif
Untuk menghindari octopus writing, ada beberapa prinsip dasar yang bisa diterapkan:
- Gunakan kalimat pendek dan langsung ke poin utama
Jika satu kalimat memiliki lebih dari satu gagasan utama, pertimbangkan untuk memecahnya menjadi beberapa kalimat terpisah. - Hindari anak kalimat yang tidak perlu
Jangan menyisipkan terlalu banyak keterangan yang justru membingungkan pembaca. Jika suatu detail tidak terlalu penting untuk pemahaman utama, lebih baik dihilangkan atau dipindahkan ke kalimat lain. - Gunakan struktur kalimat yang jelas dan mudah dipahami
Pastikan setiap kalimat memiliki subjek dan predikat yang jelas. Hindari struktur yang rumit dengan banyak klausa yang saling bertumpuk. - Baca ulang tulisanmu dengan perspektif pembaca
Setelah menulis, cobalah membaca ulang dengan sudut pandang seorang pembaca. Jika kalimat terasa membingungkan atau terlalu panjang, ubahlah agar lebih sederhana. - Gunakan paragraf dengan struktur yang baik
Jangan ragu untuk memisahkan ide-ide menjadi paragraf yang lebih pendek dan padat. Ini tidak hanya meningkatkan keterbacaan, tetapi juga membantu pembaca memahami hubungan antargagasan dengan lebih baik.
Kesimpulan
Kita tidak perlu pendapat penulis ahli untuk mengetahui bahwa pembaca lebih mudah memahami kata dan frasa yang pendek, kalimat yang sederhana, bahkan dalam penyampaian pesan yang paling rumit sekalipun. Kita sebagai pembaca merasakan sendiri hal itu.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa tulisan yang efektif bukan hanya tentang panjang pendeknya kalimat. Yang lebih penting adalah tekad penulis untuk menyampaikan informasi dengan jelas. Kejelasan bukan sekadar teknik, tetapi juga hasil dari kerja keras penelitian, pemikiran kritis, dan pemahaman yang mendalam terhadap pesan yang ingin disampaikan.
Akan tetapi, tekad untuk menginformasikan itu tidak bisa berdiri sendiri. Ia mesti didukung kerja keras penelitian, pemikiran kritis, dan penulisan yang jernih. Penulis tidak dapat menyampaikan pesan dengan tepat sampai pesan itu jelas di benaknya sendiri. Hanya setelah pesannya jelas baginya sendirilah penulis bisa menyampaikan dengan jelas kepada pembaca: “Inilah pesannya.”