Dua puluh tahun yang lalu Lev Zukov mengorbankan semua yang dia cintai—orang tua, saudara, teman—dengan meninggalkan kehidupan di bawah matahari. Dia melihat setiap kemewahan dapat dicapai di dalam kota swasembada Olympus karena tidak ada kecurangan di sana. Dia dianggap naif—tapi dia tak peduli. Dia hanya melihat bahwa dunia indah dan makmur dengan energi omnium di dalam kubah Olympuslah yang akan menjamin kebahagiaannya. Lev mengabaikan fakta bahwa superstruktur berbentuk kubah seluas kota itu dibangun para penguasa industri global untuk memisahkan diri dari dunia luar, dunia orang-orang yang mereka anggap barbar, orang-orang yang hidup di bawah sinar matahari yang berbahaya. Untuk menutup akses ke kehidupan di luar Olympus, generasi baru di sana diyakinkan bahwa di luar Olympus hanya ada kematian karena sinar matahari. Namun, setiap upaya membentuk kelompok elite pasti melahirkan para penentang, yaitu orang-orang yang ditinggalkan atau disingkirkan.
Lev berkeringat dingin dan gemetar dengan wajah pucat di kubikelnya. Dia ingin berlari atau berteriak atau menghancurkan apa saja di sekitarnya. Dia merasa takdir sedang membalas dendam.
Setelah anak perempuannya lima tahun yang lalu, barusan saja anak laki-lakinya menunjukkan gejala serupa.
“Dad, temanku kehilangan bukunya. Daddy mau bantu aku mencarinya, kan?”
Mir yang berusia lima tahun memandang penuh harap kepada ayahnya yang duduk di dalam kubikel kerjanya. Sebuah ikon merah perlahan berbunyi di panel flexiglass yang melingkupi ayah dan anak itu—ikon yang menandakan waktu interaksi keluarga di antara mereka segera berakhir.
“Di mana temanmu kehilangan bukunya?” Wajah Lev menegang dan matanya terus melirik panel kontrol sebelah kiri untuk melihat berapa detik waktu yang tersisa.
Mir melompat kegirangan dan memeluk lutut ayahnya, “Di sini, Dad. Dia dulu tinggal di sini sebelum kita. Dia bilang, dia perlu buku itu untuk menyelesaikan tugas sekolahnya.” Mir senang akhirnya bisa menarik perhatian ayahnya. Dia yakin, ayah memang teman terbaik yang siap memberikan solusi.
Lev bisa menduga suara siapa yang Mir dengar itu, tetapi berusaha menyembunyikan kekhawatirannya. Dia mencondongkan tubuhnya dan meletakkan kedua tangannya di bahu Mir. “Mir, tidak ada yang tinggal di Olympus sebelum kita,” katanya sambil perlahan membalikkan tubuh Mir. Mir tahu dia diarahkan ke luar kubikel, ke arah vehikularnya—wahana berupa tabung flexiglass yang digunakan orang untuk meluncur di dalam superstruktur Olympus.
Mir yang baru saja membuka mulutnya untuk protes terhenti oleh suara elektronik yang tanpa intonasi.
[ Apakah Anda ingin perpanjangan jam interaksi keluarga? ]
“Tidak, terima kasih.” jawab Lev tegas sambil menjulurkan tangannya dan menekan ikon merah yang berubah menjadi tanda seru.
“Tapi, Dad.” Mir berusaha melepaskan diri dari pegangan ayahnya. “Kita hanya perlu mematikan lampu beberapa menit. Ayolah, Dad.” Dia akan terus merengek kalau saja tidak melihat ekspresi asing yang baru sekali itu dia lihat di wajah ayahnya.
“Apa pun yang terjadi, jangan bicara tentang mematikan lampu, Mir. Lampu di sini tidak bisa padam. Kita hidup di dunia dengan cahaya abadi, bukan dunia yang tergantung pada matahari. Lihatlah lampu-lampu indah ini, bersinar oranye menandakan pagi, memancarkan cahaya putih hangat menandakan siang, dan berkilau biru sejuk menandakan malam. Tanpa energi dan cahaya dari omnium, kita semua tak bisa hidup. Jadi, jangan pernah berpikir memadamkan lampu. Oke?”
Mir terkesima beberapa saat, terutama ketika melihat dahi ayahnya yang berkeringat. Dan ketika dia ingin berbicara lagi, ayahnya sudah berhasil mengeluarkannya dari kubikel, sementara panel kaca telah meluncur menutup. Dengan enggan dia melangkah ke vehikular yang akan membawanya dari kubikel ayahnya ke asramanya, sekitar satu kilometer dari gedung perkantoran.
Itu adalah tahun terakhir Mir harus tinggal di asrama pengasuhan. Nanti, ketika berusia enam tahun, dia baru boleh memiliki kamar sendiri di rumah orang tuanya, seperti Theta, kakaknya, yang baru saja meluncur melewatinya dalam vehikularnya. Theta yang berusia empat belas tahun itu selalu mengingatkan Mir pada Mom, yang tahun lalu ditugaskan berangkat ke pembangkit omnium baru di Argos, sebuah koloni semacam Olympus di Mars.
“Hai, Bro,” suaranya yang jernih menyapa Mir saat Theta menuju kubikel ayahnya. Mir tidak menjawab, hanya pandangannya mengikuti Theta. Visor yang dikenakan Theta berkelap-kelip dengan gambar dan warna yang berubah dengan cepat. Ketika melihat itu, Mir merasa tidak peduli bisa punya kamar sendiri atau tidak asalkan bisa mendapatkan visor yang keren itu.
“Hm, kayaknya, aku sendiri, deh, yang harus mematikan lampu.” Mir membatin sambil tersenyum. Ketika meluncur menuju asramanya, kekecewaannya berubah menjadi harapan dan kegembiraan.
***
Theta tidak pernah merasa begitu khawatir dalam hidupnya dibandingkan ketika mendengar cerita Mir tentang anak yang mengaku kehilangan buku itu. Kekhawatiran itu bahkan lebih menakutkan daripada ketika dia mendengar ibunya akan pergi ke Argos dan ayahnya akan lebih banyak bekerja di kubikelnya—di puncak perkantoran wilayah timur Olympus. Dia tahu orang tuanya bukan tidak peduli kepadanya dan Mir. Mereka hanya menanggung risiko atas kesalahan yang Theta lakukan lima tahun yang lalu.
Theta berusia sembilan tahun ketika suara-suara itu mulai terdengar di kamarnya dan tak seorang pun percaya.
“Tapi, Mom, aku tidak berbohong. Terkadang siaran dari Olympus Center terganggu oleh suara seorang gadis. Dia mengajakku main petak umpet. Dia butuh teman, katanya.” Theta tahu, kalau Mom menangkup kepalanya dengan jari-jarinya yang panjang dan kurus itu, berarti dia sudah mangkel.
“Theta, kamu kan punya teman bermain di sekolah?!” Suara Mom berderak seperti bola kaca yang pecah. Wajar saja, Mom dan Dad telah tiga kali dalam sebulan terakhir mengajukan permohonan untuk mendapatkan akses ke rekaman sekuriti kompleks. Mereka ingin membuktikan omongan Theta. kalau terbukti ada penyusup, berarti keamanan Olympus terancam. Sayangnya, tiga kali mendapatkan izin, semuanya tak terbukti. Karena tidak ingin orang tuanya bermasalah, Theta pun tak lagi membicarakan suara-suara yang didengarnya itu.
Sampai suatu hari, ketika dia kembali dari sekolah, dia mendengar dengan jelas suara ceria anak-anak yang bermain dan berlarian, sebagaimana katanya dilakukan anak-anak pada zaman dulu, zaman ketika manusia masih hidup di bawah matahari. Tapi, kalau tidak ada seorang pun di dalam kamarnya, tidak ada seorang pun di dalam tabung vehikular, dari mana suara anak-anak itu? Tentunya, tidak dari luar Olympus karena beberapa menit saja terpapar radiasi matahari, mereka pasti mati. Dia ingat apa yang dikatakan suara-suara itu padanya, “Aku mengenal ayahmu. Aku mengenal ibumu. Aku bisa menceritakan semua hal yang kamu ingin tahu. Tapi, kamu hanya dapat menemukan kami dalam keadaan gelap.”
Theta sudah tahu bagaimana peradaban manusia selamat dari kehancuran dengan menggunakan omnium, sumber energi yang dapat bertahan lebih lama daripada matahari yang telah menjadi berbahaya bagi manusia. Meskipun begitu, Theta tetap tergoda mendengarkan suara-suara itu. Dia mengikuti bimbingan mereka, merunut jaringan omnium yang mengaliri seluruh Olympus dalam pipa warna-warni dan berpendar-pendar, yang pusatnya berada di lokasi tersembunyi. Dia dipandu menuju pusat energi omnium untuk bisa memadamkannya. Theta hampir mencapai pusat itu tanpa ada yang memperhatikan. Sayangnya, kecerdasan buatan yang mengawasi jaringan energi berhasil mendeteksi aktivitas Theta.
Memadamkan energi omnium adalah makar yang tak termaafkan, bahkan kalaupun baru berupa rencana. Namun, karena Theta masih di bawah umur, kedua orang tuanyalah yang harus menanggung risikonya. Omniverse Inc., perusahaan global yang mengendalikan Olympus dan mempekerjakan kedua orang tuanya, segera mengirim ibunya ke tugas berbahaya di Argos dan menurunkan tugas ayahnya menjadi setingkat robot yang bekerja tanpa henti dalam kubikel—sampai lima tahun. Risiko itu membuat Theta paham betapa besar efek pemadaman energi omnium terhadap kehidupan di Olympus.
Sekarang suara-suara itu mulai menggoda Mir. Theta tak akan membiarkan adik laki-lakinya itu melakukan kesalahan yang sama dengannya. Dia telah berjanji kepada ibunya untuk menjaga adiknya dan menjadi saudara perempuan terbaik di dunia. Dan inilah saatnya untuk memenuhi janji itu.
***
[ Aktivitas mencurigakan terdeteksi. ]
[ Semua siaga. Semua siaga. Aktivitas mencurigakan terdeteksi. ]
Semua orang bergegas kembali ke tempatnya, di tempat kerja, di rumah, atau di sekolah. Kecerdasan buatan pencatat gangguan keamanan segera mengarahkan Tim Keamanan Olympus menuju orang-orang yang pernah menimbulkan masalah keamanan. Salah satunya Lev Zukov. Mereka pun langsung mengecek keberadaannya dan keberadaan semua orang yang terkoneksi dengannya, termasuk anak-anaknya.
Dari panel di kubikelnya Lev melihat vehikular Tim Keamanan Olympus berhenti di depan kamar pengasuhan Mir. Tak ada Mir di sana.
“Kamar 7-FZ.” Lev nyaris tercekat ketika berbicara melalui mikrofon untuk mengarahkan tampilan panel.
Ketika panel menampilkan vehikular tim keamanan berhenti di depan Kamar 7-FZ, Lev jatuh berlutut. Pikirannya habis dimakan ketakutan. Kamar Theta kosong.
[ Pelanggaran Keamanan 1A. Pelanggaran Keamanan 1A. ]
[ Olympus darurat. Olympus darurat. ]
Suara eletronik kecerdasan buatan yang tanpa nada berbicara dua kali, lalu seluruh Olympus dipenuhi hiruk-pikuk sirene dan alarm.
Tiba-tiba omnium padam. Olympus ditelan kegelapan tanpa ampun. Suara sirene dan alarm terhenti. Tak ada suara di puncak perkantoran di sayap timur Olympus. Hanya seorang ayah terisak-isak, tak berdaya menghadapi masa lalu yang berhasil mengejarnya.
—Selesai—