Close Menu
TerasquTerasqu

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    Terbaru

    Dari Mitos Kuno hingga AI Modern: Sejarah Singkat AI

    2 Jun 2025
    7.0

    Tiada Lagi Kabut di Kampung Ndat

    25 Feb 2025
    6.1

    Rahasia Permata Amethyst Ungu

    25 Feb 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    TerasquTerasqu
    Facebook Instagram WhatsApp
    • Beranda
    • Fiksi
      • Cerpen
    • Nonfiksi
      • Kebahasaan
        • Ejaan
        • Tata Bahasa
        • Kesalahan Berbahasa
      • Artikel Umum
      • Penulisan Kreatif
      • Opini
      • Reviu
      • Bulir Bernas
    • Segmen Khusus
      • Ronce
      • Proses Kreatif
      • Fakta Unik
      • Senarai Kata
    • Kamus Istilah
    • Daftar
    • Login
    TerasquTerasqu
    • Daftar
    • Login
    Home»Jenis Tulisan»#MdAFeb2025»Sekecai Mestika di Bibir Neraka
    #MdAFeb2025

    Sekecai Mestika di Bibir Neraka

    ErlynaErlyna22 Feb 20259 Menit Baca156
    Sekecai Mestika di Bibir Neraka
    Bagikan
    Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link

    Suara itu melolong-lolong, membangunkan neraka dari sekelimun siksa. Kepala-kepala yang hancur kembali membentuk rupa, tangan-tangan yang putus menyatu pada daksa, lidah-lidah yang dusta bersiap merapalkan dosa. Di sana, di dekat gerbang yang diselimuti bara, Eil berdiri mencengkeram rantai Canis, seekor anjing yang masih terus memenuhi seluruh Hades dengan suaranya yang menggema-gema.

    Kehancuran berulang terhenti begitu lolongan ditelan akasa. Eil melangkah membelah bara, pelan saja, memeriksa satu demi satu pesakitan yang lama sudah mati rasa, memastikan tidak ada satu pun yang berani bergerak atau sekadar mencuri udara.

    Ini adalah hari untuk Yuda, perang besar yang di kemudian hari menjadi sebuah pertaruhan nasib di gerbang keabadian. Semalam, Eil mendapat perintah dari Komandan Kegelapan Luc untuk menyiapkan para pasukan yang akan bertarung di bagian terdepan garda, yang sebagian besar terdiri dari para cecunguk keji tidak takut mati.

    Banner Karya di Tangan Istri

    Eil mengangkat tongkatnya yang menyala-nyala, memberikan pertanda bahwa waktunya telah tiba. Gerbang besar yang melindungi tujuh lapis pintu telah dibuka. Para Zaba memimpin atas perintah Eil yang mata-matanya masih awas mengintai dalam diam. Misi kali ini adalah merebut sebuah mestika tersembunyi, yang menurut dongeng termasyhur tersimpan di bilik dada seorang makhluk baik budi.

    Adalah Haas, mestika dengan warna hitam sekelam malam serta memiliki sudut-sudut yang mengilaukan cahaya. Tidak ada yang tahu pasti seberapa besar ukuran Haas yang konon bisa mengabulkan keinginan pemiliknya. Kaum Hades, penghuni neraka, harus mendapatkan mestika itu entah bagaimana caranya, yang kemudian akan dijadikan sebagai sumber kekuatan untuk menciptakan semesta raya baru, yang tidak lagi dikendalikan oleh sang Guru.

    Banner Tangerang Daily

    Setelah persiapan-persiapan selesai dan Eil melaporkannya kepada Komandan Kegelapan Luc, segalanya kemudian bersiap menunggu jatuhnya malam paling terkutuk tersebab tidak pernah tercatat sebelumnya, yang mana semua makhluk seolah-olah dibangkitkan kembali dari tidur panjang.

    Segalanya lalu bergerak cepat, memelesat ke sebuah daratan yang merupa bukit kemerahan. Di sana, para penghuni surga, kaum Jana, telah menunggu dengan begitu tenang, melengkapi dirinya dengan persenjataan berupa bola-bola cahaya perak yang dalam sekejap pecah berhamburan begitu para Hades mendarat.

    Pada perang sebelumnya, Hades mengalami kekalahan telak akibat kurangnya persiapan dan juga tidak adanya koordinasi dari pemimpin. Namun, sejak Komandan Kegelapan Luc bergabung seratus tahun lalu, segala pergerakan di Hades menjadi lebih terperinci, begitu juga Eil yang pada akhirnya bisa duduk sebagai pemimpin tingkat satu. Di tangannyalah segala peraturan milik ketujuh pintu dipegang, dan ia pula yang bertanggung jawab penuh atas garda depan.

    Pasukan Hades yang dipimpin Eil berhasil mendarat setelah melindungi diri dengan pawaka yang diciptakan khusus oleh Komandan Kegelapan Luc, yang dalam sekejap mampu membinasakan hujan-hujan, yang terus saja berjatuhan dari bola-bola perak yang terpecah-pecah. Hujan itu bukan air, melainkan merupa ayat-ayat yang mampu menghilangkan wujud dalam sekejap mata.

    Eil mengentakkan tongkatnya tujuh kali, menyebabkan gempa ringan mengejutkan, sebagai isyarat untuk tidak lagi menunda penyerangan. Mereka harus bergegas tersebab nyala mestika hanya bisa terlihat ketika malam tiba, tepat di bawah purnama beku yang hanya terjadi sekali dalam seribu tahun.

    Dengan gerakan cepat dan terlatih, Eil menebas perut-perut kaum Jana yang tidak akan pernah menyerang terlebih dahulu. Ia tahu betul bahwa prioritas kaum itu adalah bertahan selama mungkin alih-alih mengambil ancang-ancang untuk melawan. Tidak ada keburukan setitik pun yang terlihat pada mereka, kaum Jana, yang segalanya merupa sosok putih berselimut cahaya. Dan Eil terlena. Ia melupa jika tidak ada sempurna yang bertahan selamanya. Dalam Yuda, segala kemungkinan terbuka sama besarnya, termasuk kaum Jana yang perlahan menyerupai para Hades, dan begitu juga sebaliknya.

    Ketika tengah menikmati pekerjaannya yang terasa lebih mudah itulah, Eil dikejutkan oleh sabetan pedang naga dengan ukiran ayat-ayat kemurnian, menyayat separuh tubuhnya. Pemiliknya adalah laki-laki tampan dengan rambut tergerai sebahu yang kini menatapnya dengan begitu tajam. Berbeda dengan para kaum Jana yang beberapa tampak kalap akibat bertarung dengan keyakinannya masing-masing, laki-laki yang kini berdiri tegap di hadapannya terlihat begitu tangguh. Sepasang matanya teduh, tetapi memiliki sorot yang mengintimidasi. Eil tidak bisa membaca pergerakannya, tetapi setiap serangannya bisa ditangkis laki-laki itu dengan mudah.

    Luka di tubuh Eil perlahan menyebabkan kekuatannya berkecai-kecai, beterbangan mengikuti udara panas dan dingin yang saling berkelindan. Ia bahkan sampai terdorong mundur beberapa langkah ketika melancarkan serangan mematikan dengan tongkat api miliknya. Laki-laki yang berhasil melukainya itu benar-benar tidak terkalahkan.

    Di antara kesadaran yang terasa terkuras perlahan-lahan, Eil menangkap sebuah pendar kehitaman, yang kemudian disadarinya itu adalah Haas, benda yang menjadi alasan peperangan tercipta. Ia butuh waktu untuk pulih, tetapi di saat yang sama juga nyaris kehilangan kesempatan. Malam sebenarnya jauh lebih singkat dari yang dibayangkan dan Eil menyadari hal itu. Terlebih lagi ketika Komandan Kegelapan Luc berpesan kepadanya haram membawa pulang kekalahan.

    Angin yang bertiup dari segala penjuru, menerbangkan aroma percampuran pekat kasturi dan abu darah. Udara dipenuhi oleh amarah yang berasal dari bara yang terus menyala-nyala. Eil tidak tahu berapa banyak kaum Hades yang telah dikalahkan, ia tidak terlalu peduli. Ia telah menemukan target utama dan seterusnya akan menjadi tujuannya.

    Untuk mengumpulkan kembali kekuatannya, Eil menelan para bawahan, membiarkan bara yang perlahan menumpuk di dadanya menyembuhkan luka yang ia punya. Ia tidak memiliki pilihan lain selain memenangkan pertarungan. Semalam, ketika Komandan Kegelapan Luc mengutusnya, ia telah bersumpah atas dirinya untuk menang. Ia yang ikut melihat rancangan semesta baru yang akan dibangun tanpa lagi pengawasan Guru, merasa telah terikat dan menjadi bagian dari proyek besar yang hanya bisa terlaksana jika ia berhasil mencerabut mestika yang merupa harta karun tidak ternilai harganya. Batu hitam itu mampu meluluhlantakkan jagat raya, tanpa sisa, yang kemudian masing-masing dari mereka akan bangkit kembali setelah sebelumnya menelan satu tetes ayat suci yang berhasil dicuri dari surga.

    “Siapa bilang kalian boleh bermimpi?”

    Satu sabetan pedang kembali mengenai Eil yang kehilangan fokus. Ia terlampau percaya diri hingga lupa bahwa yang ada di hadapannya bukanlah kaum Jana biasa. Sosok yang melindungi mestika Haas pastilah sosok pilihan sang Guru yang sebelumnya telah ditempa bermacam-macam kesakitan. Sosok yang menjaga benda paling berharga milik semesta itu pastilah yang tidak terkalahkan. Sosok yang dikenal dengan sebutan sang Nabi.

    Akan tetapi, Eil mengimani bahwa tidak ada yang mustahil. Satu-satunya hal yang tidak mungkin adalah ketidakmungkinan itu sendiri. Jika pun ia sampai harus mati demi mendapatkan harta karun itu, ia akan melakukannya dengan rela, sebagai bentuk dari tingginya harga diri yang ia punya.

    Dahulu, dahulu sekali, ia pernah hidup sebagai makhluk yang juga mendapat kepercayaan untuk menjaga harta karun yang ia temukan tanpa sengaja. Harta itu berupa sebuah bola kaca merah, yang saat dilihat akan menunjukkan apa saja yang ingin diketahui oleh pemiliknya. Ukurannya kecil saja, tidak lebih dari genggaman telapak tangan orang dewasa, tetapi benda tersebut benar-benar luar biasa.

    Karena merasa bahwa ia adalah pemiliknya, Eil menggunakan bola kaca tersebut untuk kepentingannya sendiri. Awalnya, ia berusaha membantu orang lain dengan melihat masa depan dan mendapat bayaran akan hal itu, tetapi semakin lama ia semakin besar kepala dan enggan lagi membantu. Ia menyimpan bola itu seorang diri. Akibatnya, ia dibuat ketakutan dan waswas sebab banyak orang-orang yang mengincarnya.

    Kemudian pada suatu malam, di bawah purnama yang terang benderang, Eil mengangkat bola kaca itu tinggi-tinggi, lalu menelannya bulat-bulat yang menurut pemikirannya bisa melindungi benda itu dari tangan-tangan jahat. Namun, siapa sangka hal tersebut justru membuatnya mati saat itu juga. Belakangan ia baru mengetahui, setelah kematiannya, ada seorang pemuda lain yang diam-diam mengikutinya sejak ia keluar dari rumah. Pemuda itu mendekati Eil, tersenyum, lalu mengayunkan pedang panjang yang dibawanya untuk membelah tubuh Eil. Pemuda itu tertawa terbahak-bahak saat menemukan bola kaca di dalam perut Eil yang isinya ia biarkan terburai-burai.

    Saat itu, Eil tidak lagi merasakan sakit sebab ia telah mati, tetapi entah mengapa saat melihatnya dari gambaran samar dalam kobaran api neraka, ia merasakan ada sensasi aneh yang menjalar ke sekujurnya. Hal itu sama persis dengan yang ia rasakan ketika laki-laki penjaga Haas berkali-kali mengayunkan pedang kepadanya. Ia tidak merasakan sakit, tetapi ada sensasi menyengat yang sangat kuat dan perlahan-lahan mengisap energinya. Ia merasa sangat lemah meski semangatnya masih membara.

    Tidak! Ia tidak boleh kalah. Ia tidak boleh mati sebelum berhasil mendapatkan mestika, yang kini menyala semakin terang di dada laki-laki itu. Eil menelan bawahannya jauh lebih banyak lagi. Tubuhnya mengeluarkan api yang berkobar-kobar, yang ujungnya menjilat-jilat marah dan membakar apa saja, termasuk sekelimun kaum Jana yang perlahan kehilangan jati diri. Setelah dirasa cukup, ia kemudian menyemburkan api besar ke ujung tongkatnya, membuat nyala bola api yang kemudian ia lancarkan ke arah dada sang laki-laki.

    Eil marah besar. Ia lebih dari sekadar kesetanan sebab setan-setan itu telah ia telan. Namun, laki-laki yang menjadi lawannya terlampau tenang, seakan-akan begitu percaya diri bisa mengalahkan Eil dengan mudah.

    Dahulu, Eil mungkin tidak bisa membalas pemuda yang dengan tidak senonoh merobek perutnya dan mencuri bola kaca yang tanpa diduga bisa membunuhnya. Namun, kali ini ia tidak akan lagi diam saja. Ia akan melawan, membalas serangan yang ia terima dengan berkali-kali lipat. Bahkan meski ayat-ayat suci itu akan menghancurkannya, ia akan menerima, menahan diri dan membuat laki-laki itu merasakan hal yang sama.

    Sang laki-laki bukanlah orang yang mencuri bola kacanya di masa lalu, tetapi melihat dadanya yang menyala-nyala, membuat Eil terus teringat akan kematiannya yang sialan. Seandainya saat itu ia tidak mati, ia mungkin juga akan terlihat sangat menawan sebab bola kaca yang menyala-nyala di dadanya, dan tentu saja hidupnya tidak akan sedemikian mengenaskan.

    Kebencian itu tidak lagi tertahankan. Setelah mencoba berkali-kali, akhirnya tongkat dalam genggamannya berhasil menancap di dada sang laki-laki berjuluk Nabi, yang tubuhnya seketika terbakar. Eil terbahak-bahak. Gema tawanya menggetarkan alam raya. Namun, itu tidaklah berlangsung lama. Beberapa saat kemudian, ia melangitkan sumpah serapah paling keji, mengutuk diri setelah menyadari ujung tongkatnya menancap di dada sang laki-laki, tempat di mana mestika itu berada.

    Dengan tubuh gemetar, ditariknya pelan-pelan tongkat yang menancap dalam. Terlampau dalam hingga menembus ke belakang. Kemudian saat berhasil terlepas, mestika yang telah remuk itu berhamburan ke luar, beterbangan ke segala arah mengikuti pergerakan angin yang semakin kental oleh aroma abu. Segalanya mendadak hening. Seolah-olah waktu membisukan semesta atas perintah sang Guru.

    Serpihan-serpihan mestika melayang-layang, berkecai-kecai, menari dengan berputar-putar mengelilingi apa saja, lalu satu per satu berjatuhan ke tanah, menyatu dengan debu-debu halus yang beterbangan menghalangi pandangan.

    Beberapa detik berikutnya, terdengar kembali suara lolongan panjang. Komandan Kegelapan Luc tiba bersama dengan Canis yang menatap Eil dengan mata menyala-nyala. Dengan susah payah, Eil berusaha bangkit. Telapak tangannya menggenggam sesuatu dengan erat. Ia melangkah tertatih-tatih, hendak menghadap Komandan Kegelapan Luc dan menunjukkan sesuatu.

    Akan tetapi, sebelum ia sempat menyerahkan apa yang ia miliki, sebuah kekuatan besar memelesat ke arahnya, menikam tepat di dada, membuat tubuhnya yang dipenuhi bara terasa sangat sakit tidak tertahankan. Eil menjerit keras-keras, teramat sangat keras sebab tidak mampu menahan apa yang ia rasakan.

    Sama halnya ia yang menelan para bawahan untuk menjadi lebih kuat, pada akhirnya, ia pun dijadikan tumbal atas ketamakan komandan yang begitu dihormatinya.

    Tepat saat jeritannya kehabisan suara, tubuh Eil meledak. Serpihan-serpihannya beterbangan ke segala penjuru. Telapak tangannya terlempar hingga ke ujung depan gerbang neraka, telapak tangan yang menggenggam erat potongan mestika. Sementara itu, mulutnya yang terlempar sangat jauh di belahan semesta lain, berusaha menggumamkan perintah kehancuran.

    Purworejo, 22 Februari 2025

    Sekecai Mestika di Bibir Neraka

    7.7 Erlyna
    • Orisinalitas 7.75
    • Peran Arahan 7.6
    • Alur Cerita 7.65
    • Gaya Bahasa 7.75
    • Penulisan 7.75
    29
    Bagikan Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link
    Tulisan SebelumnyaGelang perak hipnotis.
    Tulisan Berikutnya Rahasia

    Artikel Terkait

    7.0
    #MdAFeb2025

    Tiada Lagi Kabut di Kampung Ndat

    25 Feb 2025
    6.1
    #MdAFeb2025

    Rahasia Permata Amethyst Ungu

    25 Feb 2025
    7.0
    #MdAFeb2025

    Kisah Iblis yang Patah Hati

    24 Feb 2025

    Kuot Hari Ini

    Apa perbedaan antara fiksi dan kenyataan? Fiksi harus masuk akal.Tom Clancy
    » kuot lainnya (random)
    Terpopuler
    Kebahasaan

    5 Kesalahan Penggunaan Kata dari dan daripada yang Wajib Kamu Hindari

    TerasquTerasqu30 Sep 2024
    Fakta Unik

    Fakta Unik Seputar Franz Kafka: Mengapa Dia Tak Pernah Menyelesaikan Novel?

    TerasquTerasqu18 Okt 2024
    Senarai Kata

    30 Kata Serapan dari Bahasa Belanda yang Masih Kita Gunakan Sehari-hari

    TerasquTerasqu1 Okt 2024
    Penulisan Kreatif

    Apa Itu MacGuffin? Definisi, Fungsi, dan Cara Membuat Pembaca Penasaran

    TerasquTerasqu6 Feb 2025
    Penulisan Kreatif

    Memanfaatkan ChatGPT untuk Menulis Fiksi: Panduan Praktis untuk Penulis

    TerasquTerasqu1 Des 2024
    Terbaru
    Reviu

    Dari Mitos Kuno hingga AI Modern: Sejarah Singkat AI

    Matari WekaMatari Weka2 Jun 2025

    Beberapa waktu belakangan ini, di linimasa Facebook saya sering lewat pembahasan atau tanggapan para penulis…

    7.0

    Tiada Lagi Kabut di Kampung Ndat

    25 Feb 2025
    6.1

    Rahasia Permata Amethyst Ungu

    25 Feb 2025
    7.0

    Kisah Iblis yang Patah Hati

    24 Feb 2025
    6.8

    Harta Karun di Pemukiman Lebak Jero

    24 Feb 2025
    Terasqu
    Facebook Instagram WhatsApp
    • Tentang Kami
    • Kontak Kami
    • Syarat & Ketentuan
    • Kebijakan Privasi
    • Penyangkalan
    © 2025 Terasqu.com

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.